Feb 20, 2009

Solat Tarawih (1) - Jumlah Raka'at Pilihan Nabi

Solat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang melakukan solat tarawih beristirahat setelah melaksanakan solat empat raka’at. Solat tarawih termasuk qiyamul lail atau solat malam. Akan tetapi solat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, solat tarawih ini adalah solat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.[1]

Adapun solat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan solat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan solat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah solat sunnah yang dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.[2]

Para ulama sepakat bahwa solat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum solat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Solat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Solat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.[3]

Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa lebih afdhol solat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan solat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan solat ‘ied.[4]

Keutamaan Solat Tarawih

Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah solat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.[5] Hadits ini memberitahukan bahwa solat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.[6]

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.[7]

Kedua, solat tarawih bersama imam seperti solat semalam penuh.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً

“Siapa yang solat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[8] Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan solat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.

Ketiga, solat tarawih adalah seutama-utamanya solat.

Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya solat sunnah adalah solat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena solat seperti ini hampir serupa dengan solat fardhu. Kemudian solat yang lebih utama lagi adalah solat rawatib (solat yang mengiringi solat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Solat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah solat kusuf (solat gerhana) kemudian solat tarawih.[9]

Solat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana solat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam solat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam solat lainnya lebih dari 11 raka’at.”[10]

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengabarkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ ، فَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا ، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ ، فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ « أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَىَّ مَكَانُكُمْ ، لَكِنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا عَنْهَا »

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan solat di masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan solat di belakangnya. Pada waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut solat dengan beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk solat dan mereka solat bersama beliau. Kemudian pada malam yang keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk solat Shubuh. Setelah beliau selesai solat Fajar, beliau menghadap kepada orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut solat tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”[11]

As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau solat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa soat tarawih adalah wajib.” [12]

Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan solat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan solat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.”[13]

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam solat di bulan Ramadhan 20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang mengatakan bahwa solat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.”[14]

Jumlah Raka’at Solat Tarawih yang Dianjurkan

Jumlah raka’at solat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.

Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,


كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ

“Solat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa solat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan solat malam, sebagaimana pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari[15]. Di antara dalilnya adalah ‘Aisyah mengatakan,


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan solat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan solat dua rak’at yang ringan.”[16] Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum solat malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu.

-Bersambung insya Allah-

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: http://www.muslim.or.id/.

[1] Lihat Al Jaami’ Li Ahkamish Sholah, 3/63 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[2] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9631.
[4] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[6] Lihat Fathul Bari, 4/251.
[7] Idem.
[8] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[9] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633.
[10] HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738.
[11] HR. Bukhari no. 924 dan Muslim no. 761.
[12] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[13] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[14] Fathul Bari, 4/254.
[15] Fathul Bari, 3/21.
[16] HR. Muslim no. 767.

0 comments:

Post a Comment